Kemasan
makanan merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi.
Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar bungkus makanan
dan cenderung dianggap sebagai "pelindung" makanan. Sebetulnya tidak
tepat begitu, tergantung jenis bahan kemasan.Sebaiknya mulai sekarang
Anda cermat memilik kemasan makanan. Kemasan pada makanan mempunyai
fungsi kesehatan, pengawetan,kemudahan,
penyeragaman, promosi, dan informasi. Ada begitu banyak bahan yang
digunakan sebagai pengemas primer pada makanan, yaitu kemasan yang
bersentuhan langsung dengan makanan.Tetapi tidak semua bahan ini aman
bagi makanan yang dikemasnya.Inilah ranking teratas bahan kemasan
makanan yang perlu Anda waspadai.Jaman dahulu yang namanya wadah dan pembungkus makanan dan bahan makanan, tidak lepas dari bahan-bahan yang bersumber dari alam khususnya daun-daunan seperti daun pisang, daun jagung, hingga wadah yang dianyam dari bambu, seperti besek misalnya.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup, wadah dan pembungkus makanan
alami tersebut mulai ditinggalkan masyarakat dan diidentikan dengan
kumuh, tidak higienis, tidak praktis, perlahan berganti dengan pembungkus/wadah buatan manusia yang kini biasa kita gunakan seperti kertas, pastik, kaleng dan styrofoamSelama ini, wadah dan pembungkus makanan buatan yang modern itu memang menciptakan kesan praktis, simple dan bersih. Bagaimana dengan sisi negatifnya? seberapa aman wadah dan pembungkus buatan bagi kesehatan?
Ragam Wadah/Pembungkus&Resikonya
1. Plastik
Bahan pengemas yang satu ini mudah didapat dan sangat fleksibel penggunaannya. Selain untuk mengemas langsung bahan makanan,
seringkali digunakan sebagai pelapis kertas. Jenis plastik sendiri
beraneka ragam, ada Polyethylene, Polypropylen, Poly Vinyl Chlorida
(PVC), dan Vinylidene Chloride Resin. Secara umum plastik tersusun dari
polimer yaitu rantai panjang dan satuan-satuan yang lebih kecil yang
disebut monomer. Polimer ini dapat masuk dalam tubuh manusia karena
bersifat tidak larut, sehingga bila terjadi akumulasi dalam tubuh akan
menyebabkan kanker. Bila makanan dibungkus dengan plastik, monomer-monomer ini dapat berpindah ke dalam makanan, dan selanjutnya berpindah ke tubuh orang yang mengkonsumsinya. Bahan-bahan kimia yang
telah masuk ke dalam tubuh ini tidak larut dalam air sehingga tidak
dapat dibuang keluar, baik melalui urin maupun feses (kotoran).
Penumpukan bahan-bahan kimia berbahaya dari plastik di dalam tubuh dapat memicu munculnya kanker. Sebuah penelitian di
Jepang mengindikasikan, polysterene dapat menjadi penyebab kanker dan
berpengaruh pada sistem saraf pusat. Sedangkan Poly Vinyl Chlorida dan
Vinylidene Chloride Resin merupakan dioksin, yaitu senyawa kimia yang digolongkan sebagai penyebab utama kanker karena sifatnya yang sangat beracun.Masing-masing jenis plastik mempunyai tingkat bahaya yang berbeda tergantung dari material plastik dan bahan kimia penyusunnya. Perpindahan monomer-monomer plastik ke dalam makanan dipicu oleh beberapa hal, yaitu panas, asam dan lemak. Jadi, sebaiknya sayur bersantan, susu dan buah-buahan yang
mengandung asam organik tidak dibungkus plastik dalam keadaan panas,
ataupun kalau terpaksa jangan digunakan terlalu lama.Penggunaan plastik
boleh digunakan jika bahan yang dimasukkan dalam keadaan dingin.
Namun demikian memang ada plastik khusus yang bertuliskan tahan lemak dan tahan dingin. Akan tetapi tetap saja Plastik jenis ini hanya boleh dipakai selama bahan yang dimasukkan tidak panas. Semakin tinggi suhu makanan yang dimasukkan ke dalam plastik, semakin cepat terjadi perpindahan ini. Apalagi bila makanan berbentuk cair seperti bakso, mie ayam, sup, sayuran berkuah dan sebagainya. Saat makanan
panas ini dimasukkan ke dalam plastik, kita bisa lihat plastik menjadi
lemas dan tipis. Inilah tanda terputusnya ikatan-ikatan monomer.
Kalaupun terpaksa menggunakan plastik sebagai pembungkus, usahakan secepat mungkin makanan dapat dipindahkan ke wadah yang aman, karena semakin lama kontak makanan dengan plastik, semakin banyak bahan berbahaya yang pindah ke makanan. Perpindahan monomer juga terjadi bila makanan
atau minuman dalam wadah plastik terkena panas matahari secara
langsung. Karena itu, usahakan menghindari air minum dalam kemasan yang terpapar matahari, atau permen yang
telah lengket dengan pembungkusnya karena leleh oleh panas. Perhatikan
juga untuk tidak menuang air minum atau sayuran panas ke dalam wadah
plastik dan menggunakan alat-alat makan dari plastik saat makanan masih panas. Pilih makanan yang dikukus dengan dibungkus daun, bukan plastik seperti lemper, lontong kue lupis dan sejenisnya.
Yang relatif lebih aman digunakan untuk makanan adalah Polyethylene yang tampak bening, dan Polypropylen yang lebih lembut dan agak tebal. Poly Vinyl Chlorida (PVC) biasanya dipakai untuk pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan
penutup karena amat tipis dan transparan. Sedangkan Vinylidene Chloride
Resin dan Poly Vinyl Chlorida (PVC) bila digunakan mengemas bahan yang panas akan tercemar dioksin, suatu racun yang sangat berbahaya bagi manusia.Dioksin ini bersifat larut dalam lemak, maka terakumulasi dalam pangan yang
relatif tinggi kadar lemaknya. Kandungan dioksin tersebar (97,5%) ke
dalam produk pangan secara berurutan konsentrasinya yaitu daging, produk
susu, susu, unggas, daging babi, daging ikan dan telur. Oleh karena itu
penggunaan plastik ini sering digunakan sebagai pembungkus permen, pelapis kertas nasi dan bahan penutup karena amat tipis dan transparan.
Styrofoam
Bahan
pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan
yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, riset terkini
membuktikan bahwa styrofoam diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat
dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu
mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang.
Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin
tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan
bahan yang dikemas, biaya murah,lebih aman, serta ringan. Pada Juli
2001,Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu
styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan
endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat
adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat
bahan kimia karsinogen dalam makanan Styrofoam yang ringan dan praktis ini masuk dalam kategori jenis plastik.
Berasal dari foamed polysterene (FPS) dengan bahan dasar polysterene dan berciri khas ringan, kaku, tembus cahaya, rapuh dan murah. Bahan yang lebih dikenal sebagai gabus ini memang praktis, ringan, relatif tahan bocor dan bisa menjaga suhu makanan dengan baik. Inilah yang membuat bahan ini amat disukai dan banyak dipakai, termasuk dalam industri makanan instan. Namun bahan ini sebenarnya tak kalah berbahaya dengan plastik.Untuk memperkuat Styrofoam ditambahkan bahan
butadiene sejenis karet sintetis, sehingga warnanya berubah dari putih
jernih menjadi putih susu. Supaya lentur dan awet, ditambah lagi dengan
zat plasticer seperti dioktiptalat (DOP) dan butyl hidroksi tolune
(BHT).
Kandungan
zat pada proses terakhir inilah menurut penelitian kimia LIPI dapat
memicu timbulnya kanker dan penurunan daya pikir anak. Kemudian proses
pembuatannya ditiup dengan memakai gas chlorofluorocarbon (CFC). CFC
merupakan senyawa gas yang disebut sebagai penyebab timbulnya lubang ozon di planet Bumi. Saat ini sejumlah peralatan eketronik seperti kulkas dan AC dilarang menggunakan bahan bersenyawa CFC. Selain itu bahan dasar plastik yang dikenal dengan monomer strine yang mengandung racun mudah bermigrasi, dan dikhawatirkan mencemarkan makanan.
Menurut Zaim Saidi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, migrasi
tersebut dapat terjadi karena monomer plastik, terutama stirena bisa
larut dalam air. Sementara itu, Menurut Prof. Aisjah Girinra, ahli
biokimia pada lab Biokimia FMIPA-IPB, Styrene yang menjadi bahan dasar styrofoam bersifat larut lemak dan alkohol. Berarti wadah dari jenis ini tidak cocok dijadikan wadah susu atau yoghurt yang mengandung lemak tinggi.
Begitu juga dengan kopi yang dicampur krim. Bila pengemas ini digunakan untuk mengemas makanan bersuhu tinggi, maka kandungan kimianya dapat terurai dan masuk terakumulasi dalam tubuh.Makin lama makanan
atau minuman kontak dengan permukaan plastik, migrasi zat racun akan
meningkat. Karena sifatnya akumulatif maka akibatnya baru akan terasa
10-15 tahun kemudian. Pada restoran siap saji banyak memakai wadah
syrofoam untuk menyuguhkan kopi panas. Hal ini lebih didasarkan pada
kelebihan styrofoam yang ringan, tahan bocor dan mampu menahan panas sampai beberapa waktu.
Produk-produk sup dan minuman hangat di restoran cepat saji pun menggunakan wadah ini. Begitu pula produk-produk makanan instan, mesti diseduh dalam wadahnya yang
terbuat dari styrofoam. Mie instan, bubur ayam instan misalnya. Dengan
sifat-sifatnya seperti itu, sudah selayaknya kita lebih berhati-hati
menggunakan styrofoam.Dari hasil survei yang di lakukan di AS pada tahun 1986, ditemukan 100 persen jaringan lemak orang Amerika mengandung styrene yang berasal dari styrofoam. Bahkan pada penelitian 2 tahun berikutnya, kandungan styrene sudah mencapai ambang batas yang bisa memunculkan gejala gangguan saraf. Sebuah studi di New Jersey, AS, menemukan bahwa 75 persen ASI mengalami kontaminasi styrene yang berasal dari konsumsi ibu yang menggunakan wadah styrofoam.
Pada ibu-ibu yang mengandung, styrene juga bisa bermigrasi ke janin melalui plasenta. Dampak jangka panjang dari menumpuknya styrene di
dalam tubuh adalah gejala saraf seperti kelelahan, nervous, sulit tidur
dan anemia. Pada anak, selain menyebabkan kanker, sekian tahun kemudian
styrene juga menyerang sistem reproduksinya. Kesuburan menurun, bahkan
mandul. Anak yang terbiasa mengkonsumsi styrene
juga bisa kehilangan kreativitas dan pasif. Styrofoam, sebagaimana
plastik, bersifat reaktif terhadap suhu tinggi.
Ambang batas styrene di
dalam tubuh sangat sedikit, sehingga bila melebihi batas maka akan
mengakibatkan gangguan-gangguan saraf seperti kelelahan, nervous, sulit
tidur dan anemia serta kesuburan menurun.Di negara-negara maju seperti Jepang dan negara Eropa pengemas ini sudah dilarang, sedang di Cina masih menjadi polemik. Tidak diperbolehkannya dipergunakan selain alasan yang berhubungan dengan kesehatan juga berhubungan dengan pemusnahannya yang sangat sulit membusuk. Di Indonesia pengemas ini malah mulai ngetren dengan harga yang relatif murah.Kalau hendak menggunakan styrofoam untuk menjaga makanan tetap hangat, sebaiknya makanan
dimasukkan terlebih dahulu dalam wadah tahan panas dan dijaga tidak ada
kontak langsung dengan styrofoam. Sedangkan penggunaannya sebagai
wadah, harus diperhatikan untuk mendinginkan makanan terlebih dahulu sebelum memasukkan dalam wadah styrofoam. Makanan instan dan restoran yang
menggunakan wadah ini, sebaiknya dihindari demi kesehatan kita dan
keluarga kita. Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah dengan
tidak sering menggunakan benda tersebut.
2. Kertas
Beberapa
kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering
digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb)
melebi hi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, timbal masuk
melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah
dan kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain, seperti: ginjal, hati,
otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai
dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit) & paralysis
(kelumpuhan). Keracunan yang terjadipun bisa bersifat kronis dan akut.
Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal,
memang susah-susah gampang. Banyak makanan jajanan seperti pisang
goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan Koran karena
pengetahuan yang kurang dari si penjual, padahal bahan yang panas dan
berlemak mempermudah berpindahnya timbale makanan tsb.Sebagai usaha
pencegahan, taruhlah makanan jajanan tersebut di atas piring.Penggunaan kertas sebagai bahan pembungkus telah menjadi hal yang umum di masyarakat sebagaimana digunakannya plastik dan Styrofoam. Umumnya kertas yang digunakan adalah kertas koran atau kertas bekas. Ada pula, kertas nasi yang dilapisi plastik serta kertas yang telah mengalami pemutihan.
Faktanya kertas memang paling banyak digunakan untuk membungkus makanan dari makanan gorengan sampai makanan yang memerlukan penyimpanan lama seperti teh celup dll. Pada bahan makanan mentah kertas juga digunakan untuk membungkus sayuran, ikan kering bahkan bumbu dapur (kalau kita belanja di pasar tradisional atau warung), sampai aneka ragam gorengan, peuyeum, dan sebagainya. Padahal, bila bagian kertas yang bertinta terkena panas dari makanan, minyak dari gorengan atau bagian cair dari makanan, maka tinta akan terlarut dalam makanan.Tinta mengandung unsur dasar timbal (Pb) atau timah hitam yang beracun dan tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan. Unsur ini sama dengan yang
terdapat pada polutan dari kendaraan bermotor. Bila timbal tersebut
terakumulasi dalam tubuh maka akan menyebabkan gangguan saraf dan bahkan
dapat menyebabkan kanker.
Pada suatu penelitian wanita hamil yang
banyak terakumulasi timbal, dapat mengakibatkan cacat bawaan pada janin
dan merusak otak sehingga kecerdasan anak rendah. Pada laki-laki
dewasa, timbal menurunkan kualitas sperma sehingga mempersulit punya
keturunan (mandul). Dan pada anak-anak, timbal mengakibatkan penurunan
daya konsentrasi dan kecerdasan. Penggunaan Kertas yang telah diputihkan dan sering digunakan sebagai pembungkus teh celup juga berbahaya bagi tubuh. Kertas ini berbahaya karena sudah ditambahkan bahan pemutih (chlorine), suatu unsur yang dapat menimbulkan kanker.
Contoh yang menggunakan kertas ini adalah teh celup dan tissue. Bila terkena suhu tinggi akan menghasilkan dioksin, suatu senyawa racun yang
berbahaya bagi kesehatan kita. Tahun 1998 WHO menetapkan ambang batas
aman konsumsi dioksin, yaitu 1-4 pikogram (sepertriliun gram) dioksin
per-kilogram berat badan.Dalam jumlah sedikit saja sudah sangat
berbahaya, apalagi bila dalam jumlah besar maka dioksin akan bersifat
karsinogenik (menyebabkan kanker). Konsentrasi lebih tinggi lagi akan
menyebabkan penyakit kulit chloracne (jerawat yang
parah disertai dengan erupsi kulit dan kista). Selain itu dioksin juga
akan menyebabkan penurunan hormon reproduksi pria hingga 50% dan
menyebabkan kanker prostat dan kanker testis.
Pada wanita dioksin akan menyebabkan kanker payudara dan endometriosis, yakni jaringan selaput lendir rahim yang masih berfungsi tumbuh di luar rongga rahim.Oleh karena itu untuk menghindarkan hal-hal di atas bila tidak terpaksa gunakan teh (teh tubruk) secara langsung, dan gunakan pembungkus yang aman seperti daun pisang dan aluminium foil.Itulah bahan-bahan pembungkus dan wadah makanan yang
berbahaya. Dengan kondisi masih rendahnya kesadaran masyarakat, maka
selain pensosialisasian masalah, kita juga mulai harus meningkatkan
kehati-hatian. Bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati ?
3. Kaleng
Kaleng yang dipergunakan untuk mengemas makanan itu cukup aman sebatas tidak berkarat, tidak penyok dan tidak bocor. Namun demikian bila kita akan mengonsumsi makanan yang dikemas dalam kaleng ini perlu melakukan pemanasan ulang. Yakni kurang leblh l5 menit untuk menghindarkan adanya E-coli yang sangat mematikan.
4. Gelas
Gelas merupakan bahan pengemas yang aman. Gelas banyak digunakan untuk mengemas minuman ataupun makanan yang telah diproses melalui proses fermentasi seperti acar, taoco, kecap, dan lain-lain.
5. Styrofoam Karsinogenik?
"Beberapa wadah mie instan berbentuk gelas atau mangkuk mengandung risiko yang tinggi, karena biasanya mi yang
berada dalam wadah tersebut dituang dengan air panas dan mie-nya
langsung dimakan. Padahal dari penelitian YLKI, wadah tersebut terbuat
dari polystyrene yang diduga bersifat
karsinogenik," demikian Ilyani Sudardjat, staf Bidang Penelitian YLKI.
YLKI memang dalam Warta Konsumen edisi April 2000 tadi menurunkan hasil
surveinya tentang kemasan plastik untuk makanan/minuman dan ancamannya terhadap konsumen sebagai laporan utama. Selain polystyrene yang masih diragukan keamanannya oleh YLKI, konsumen perlu mewaspadai kemasan plastik yang mengandung polivinyl chloride (PVC), karena selain bersifat karsinogenik juga mengandung dioksin yang berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. Beberapa wadah fast-food yang dijajakan di
pusat perbelanjaan, ternyata mengandung PVC berkadar lebih dari 95
persen; begitu pula plastic wrap berupa plastik sangat tipis yang diklaim tidak lumer dalam microwave oven. "Ini tentu menyesatkan.
Ada produsen plastic wrap yang menyatakan bahwa produknya food grade, yang aman dan tidak mengandung toksin selama digunakan pada fungsi yang
sebenarnya. Namun, siapa dapat menjamin pemanasan dengan microwave oven
tidak akan mengurai molekul plastik? Juga tidak ada jaminan semua
kemasan plastik yang masuk ke Indonesia tidak mengandung residu monomer yang
berbahaya," kata Ilyani pula. Seyogianyalah konsumen waspada dan
pedagang tidak menyesatkan. Tidak sedikit kita saksikan penjual makanan jajanan seperti Bakso, Mie Ayam, bubur ayam dll, menggunakan Styrofoam sebagai wadah pengganti piring yang mengandung polistiren. Dengan kuah yang
panas, tidak mustahil sebagian molekul polistiren terlarut dan masuk ke
dalam tubuh para konsumen. Ini tentu bukan hanya ulah pedagang dengan
dalih "praktis" dan tak perlu lagi mencuci mangkuk bekas pakai-karena
banyak penjaja makanan cepat saji lain di berbagai pertokoan juga melakukan hal yang sama.
0 komentar:
Posting Komentar